Perbedaan pandangan Vanuatu vs Indonesia Soal Ham Di Papua
Di tulis oleh : Paskalis w
Papua merupakan salah satu pulau besar di Indonesia dengan memiliki dua Provinsi yakni Papua dan Papua barat.Masyarakt di dua provinsi ini tidak luput dari kekerasan, pembunuhan, kesenjangan pembangunan, diskusi, rasialisme, marginalisasi.
Di dua provinsi ini Konflik semakin subur dan semakin kompleks.
Menurut penelitian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI) terkait Konflik Papua. LIPI dalam dalam penelitiannya menentukan empat akar konflik di Papua.
Konflik" tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sengketa sejarah papua dan status politik papua adalah dimana papua di aneksasi dan integrasikan kedalam negara kesatuan Indonesia. Dan nasionalisme papua terus ada dan bangkit untuk terus berjuang merebut kembali kemerdekaan bangsa Papua.
2. Kekerasan negara dan pelanggaran hak asasi manusia.
Negara melakukan pelanggaran dan kekerasan terhadap masyarakat papua terjadi karena adanya kepentingan negara, contohnya PT.Freeport di Timika Papua, masyarakat yang pemiliki tanah diusir, bahkan ketika mereka bicara hak mereka aparat militer negara melakukan kekerasan sehingga terjadi pelanggaran HAH Berat. Dan inilah yang menyebabkan konflik berkepanjangan dan terus ada dan berkembang;
3.Kegagalan pembangunan adalah Kegagalan dan kesenjangan pembangunan juga mengakibatkan keterisolasian, keterbelakangan dan kertinggalan hampir sebagian wilayah di papua serta kemiskinan, kebodohan, ancaman penyakit dan kematian.
Kegagalan dan kesejangan pembanguan juga mengakibatkan lahirnya marginalisasi dan peminggiran orang papua dari sumber ekonomi, sumber daya alam, hak-hak social dan budaya serta marginalisasi karena lambatnya pertumbuhan penduduk papua dibandingkan non papua sehingga kesenjangan antara orang papua dan non papua menyebabkan konflik, cemburu social dan pada akhirnya terjadi konflik horizontal.
4. Diskriminasi dan Marginalisasi yang dimaksudnya adalah adanya perbedaan perlakuan negara yang kepada khususnya orang papua yang masih tertinggal karena perhatian negara terhadap orang papua tidak merata. Artinya pembangunan hanya berpusat pada satu daerah. Seperti pada masa rezim otoriter Suharto yang selalu jawa centris. Sehingga hal ini juga menyebkan perbedaan pandangan masyarakat papua bahwa kami adalah anak tiri dan bukan warga negara Indonesia dan perjuangan meminta akan keadilan dan kesejahteraan meningkat dari seluruh masyarakat papua
The Melanesian Way
The melenesian way kemudian memberikan amat kepada negara-negara Pasifik bahwa kebebasan adalah adalah sesuatu yang krusial bagi akikat dari kemerdekaan itu sendiri
Melenesian itu adalah sebuah kesamaan ras; negara-negara Pasifik yang merupakan ras Melanesian memetakan Melanesia dari Papua, Papua Nugini, Solomon island, Vanuatu, Fiji, Tuvalu adalah melenesian countries.
Dalam sebuah prinsip fundamental The Melanesian way mengatakan bahwa bahwa solidaritas antara negara- negara Pasifik untuk memperjuangkan kebebasan.
Dalm prinsip ini juga mengatakan bahwa ketika satu orang Melanesia mendapatkan perlakuan tidak adil atau menderita, maka semua orang Melanesia akan merasakan hal itu.
Sehingga ketika ada yang tanya" kenapa negara-negara Pasifik mendukung dan memperjuangkan kemerdekaan Papua?
Maka salah satu jawaban adalah karena prinsip the Melanesian way bahwa dimana satu orang Melanesia mendapatkan perlakuan tidak adil atau menderita maka semua orang Melanesia akan merasakan hal yang sama.Sehingga the melenesian way sebuah gagas perjuangan utama.
The melabesia way ini adalah sebuah menifesto politik yang digagas oleh filsuf Papua Nugini,nama Bernard Narokobi.The melanesia way dulu termuat dalam majalah dan koran.Negara-negara Pasifik yang mendukung kemerdekaan Papua bahkan persoalan pelanggaran Ham di Papua ini sudah dibawa oleh negara- negara Pasifik sebanyak lima dan membawa isu yg sama yaitu Isu pelanggaran Ham di Papua yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
Berikut ini adalah lima Perdebatan vanuatu dan Indonesia soal Pelanggaran HAM di Papua.
Sejak 2016, Vanuatu bersama negara-negara di Kepulauan Pasifik lainnya mengkritik catatan HAM Indonesia di Papua dan Papua Barat. Mereka menggunakan kesempatan berpidato di Majelis PBB untuk mendesak RI memberikan Papua untuk menentukan nasib mereka. Pidato pihak Vanuatu langsung mendapatkan respon yang kuat dari delegasi Indonesia, yakni Nara Masista Rakhmatia, pejabat di misi tetap Indonesia untuk PBB. Ia menyatakan kritik itu bermotif politik dan dirancang untuk mengalihkan perhatian dari masalah di negara mereka sendiri.
2017, Pada tahun berikutnya, Vanuatu masih membawa isu yang sama pada acara Sidang Umum PBB ke-72. Perwakilan RI, Ainan Nuran membacakan hak jawab dalam sesi debat umum, menyatakan jika sudah terlalu banyak kabar hoax mengenai hal ini. "Satu kali sudah terlalu banyak untuk hoax dan dugaan keliru yang diedarkan oleh individu-individu yang termotivasi untuk melakukan aksi separatis di Papua dan Papua Barat," ungkap Ainan, sebagai. Ainan juga menambahkan beberapa nama negara yang pro-separatis. Ia mengatakan jika mereka sengaja tak mau mengerti atau bahkan menolak untuk mengerti soal pembangunan di Papua dan Papua Barat.
2018, Tahun 2018, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), yang menjabat kala itu, menyinggung soal pentingnya menghormati kedaulatan negara lain dalam sidang umum PBB. JK bahkan menyindir Vanuatu yang dianggap mendukung gerakan separatis. "Ada negara, ya kalau kita sebut di sini seperti Vanuatu, itu yang selalu memunculkan isu yang tidak benar tentang pelanggaran HAM, tentang tidak sahnya bergabungnya Papua ke Indonesia, itu kan melanggar prinsip-prinsip PBB itu sendiri," kata JK usai sidang umum di Markas PBB, New York .
pada 2019, Perdana Menteri Vanuatu, Charlot Salwai Tabimasmas menyebut ada dugaan pelanggaran HAM di Papua dalam pidatonya di Sidang Majelis Umum ke-74 PBB. Tabimasmas berharap PBB bisa mencari solusi untuk masalah dan mendatangi Papua untuk mengecek kondisi di sana. Indonesia kembali menggunakan kesempatan hak jawab untuk memberi balasan tegas kepada Vanuatu yang kembali mengangkat isu tersebut. Diplomat Rayyanul Sangadji menuding motif Vanuatu mengangkat isu Papua di PBB bukanlah dilatari kepedulian terhadap HAM melainkan karena negara itu mendukung separatisme. Ia menyebut langkah provokatif Vanuatu adalah state-sponsored separatism. Selain itu, RI juga mengecam tindakan Vanuatu yang sengaja memasukkan Benny Wenda ke kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Persatuan Bangsa-bangsa (KTHAM PBB). Benny merupakan pemimpin United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) atau Gerakan Pembebasan Papua.
2020, Tahun ini pihak Vanuatu kembali mengungkit masalah yang sama lewat pidato yang dibawakan oleh Perdana Menteri Vanuatu, Bob Loughman. Pidato Loughman ini ditanggapi oleh Diplomat perwakilan Indonesia Silvany Austin Pasaribu, mengatakan negara ini terlalu ikut campur dengan urusan Indonesia. Silvany juga mengingatkan Vanuatu bukan representasi rakyat Papua. "Bagaimana bisa sebuah negara berusaha mengajarkan negara lain, tapi tidak mengindahkan dan memahami keseluruhan prinsip fundamental Piagam PBB," kata Silvany dalam pidatonya. "Ini memalukan, di mana satu negara terus terobsesi berlebihan tentang bagaimana seharusnya Indonesia bertindak."
Perbedaan pandangan yang Pertama adalah dari para diplomat muda Indonesia yang merupakan representasi dari pemerintah Indonesia hampir selalu menyampaikan kata Hoax.
Dalam artian bahwa ketika Vanuatu menyingung soal pelanggaran HAM di Papua, maka pemerintah Indonesia akan bahwa isu pelanggan Ham yang dibawa oleh Vanuatu adalah Hoax. Pada hal terjadi banyak pelanggaran HAM oleh pemerintah Indonesia terhadap masyarakat Papua.
Yang kedua adalah Vanuatu berjuang dengan landasan resolusi 1415 PBB, 14 Desember 1960, tentang Pemberian hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa" terjajah.Sementara pemerintah Indonesia berlandaskan pada kedaulatan negara dan Pepera 1969 yang katanya mereka sudh final. Dan pemerintah Indonesia selalu membantah pernyataan vanuatu dengan dasar hukum kedaulatan negara. Kedaulatan negara termuat juga dalam Prinsip fundamental Piagam PBB,
Prinsip persamaan kedaulatan antara semua anggota PBB (Pasal 2 ayat (1) Piagam PBB), baru ada apabila suatu negara berdaulat atas wilayahnya yang dengan perkataan lain tidak ada negara lain yang melaksanakan kewenangan negara tersebut terhadap negara tersebut.
Dari prinsip kedaulatan negara,maka pemerintah Indonesia selalu membantah Vanuatu bahwa Masalah Papua adalah masalah dalam rumah tangga Indonesia. Jadi Vanuatu tidak berhak itu intervensi.
Tapi kalo kita lihat beberapa hari yang lalu beredar video Jokowi yang mengatakan saya atas nama pribadi dan rakyat Indonesia bahwa pemerintah Indonesia sangat berduka cita dan simpati yang dalam kepada para korban dan keluarga korban akibat penggunaan kekerasan sangat mendalam atas semua korban kekerasan di Myanmar dan Indonesia mendesak agar penggunaan kekerasan di Myanmar segera dihentikan sehingga tidak ada lagi korban berjatuhan.keselamatan dan kesejahteraan rakyat harus menjadi prioritas utama. Indonesia juga mendesak agar dialog agar rekonsiliasi segera dilakukan untuk memulihkan demokrasi, untuk memulihkan perdamaian dan untuk memulihkan stabilitas keamanan".
Artinya apa?
Artinya Pemerintah Indonesia melarang Vanuatu untuk bicra pelanggaran HAM di Papua dengan dasar prinsip kedaulatan negara Indonesia namun disini Jokowi bicra soal Kekerasan di Myanmar.
Artinya ini hal yang sama.
Berarti Jokowi sendiri melanggar prinsip kedaulatan negara Myanmar dong, apa dalam Organisasi Asean sendiri punya Prinsip Non intervensi. Artinya masalah negara lain tidak boleh diintervensi oleh negara anggota Asean.
Dan Jokowi rasis dan diskriminasi juga.
Kenapa?
Masa rumah sendiri seperti di Nduga ada korban berjatuhan pemerintah tida ada rasa kemanusiaan atau menyampaikan duka cita?
Tapi suka cita disampaikan kepada negara lain ( Myanmar).
Begitu sudh, kalo Negara yang melakukan kejahatan seperti itu,mana mungkin dia mengatakan duka cita terhadap masyarakat Papua di Nduga dan Papua secara umum.
Jadi, kemanusiaan lebih penting di negara Myanmar dari Pada di negara Indonesia, khususnya di Papua.
Jadi, Cari muka dimana- dimana Pakde ini.
Berkacalah biar lihat apakah Pakde sudh benar atau belum?
#Politik Luar Negeri Indonesia yang bebas aktif
0 Response to "Perbedaan pandangan Vanuatu vs Indonesia Soal Ham Di Papua"
Post a Comment