Cerita Daerah Sebagai Sarana Pembelajaran Bahasa Daerah di Papua
Tobias Nggaruaka, Dok. Pribadi Untuk suarakimaamblogspot.com
Oleh Tobias
Nggaruaka)*
Papua merupakan salah satu daerah yang
terkenal dengan kekayaan budaya dan bahasa. Namun siapa
sangka kebudayaan itu mulai pudar satu persatu, Jangankan kebudayaan,
bahasa-bahasa daerah mulai terkikis dengan perkembangan globalisasi. Tidak
heran jika bahasa daerah mulai ditinggalkan bahkan tidak terurus. Tentu banyak
faktor yang melatarbelakangi hal tersebut.
Bagi penulis janganlah kita diam dengan
situasi demikian. marilah kita memberikan kesempatan untuk memikirkan hal itu
dan memberikan solusi tentang kepunahan bahasa daerah dan cerita-cerita
daerah sebagai salah satu keunikan keragaman budaya. Apa mungkin bahasa sebagai
identitas daerah harus ditinggalkan, dan bahkan membiarkan untuk punah?.
Berbicara tentang cerita rakyat maka tentu
itu adalah sebuah kolektivitas kognisi masyarakat yang hidup bertahun-tahun dan
dipertahankan sebagai sumber pembelajaran atau dengan kata lain, dengan sastra
lisan masyarakat penutur menuturkan sebuah ajarakan yang memiliki
nilai-nilai kehidupan.
Provinsi Papua dan Papua Barat yang kaya akan
sebuah kolektivan budaya yang harus disadari untuk tujuan pemertahanan budaya
lisan dan membelajarkan pengetahuan kolektif sejak dini kepada peserta didik. Kita
sama-sama menyadari bahwa setiap daerah di Papua atau suku-suku di Papua
dan Papua Barat memiliki tradisi lisan dan itu harus dibanggakan dan
dipertahankan sebagai suatu kekayaan budaya masyarakat. Kita melihat sebuah
arus globalisasi yang kemudian memporak-porandakan tatanan kebudayaan
masyarakat lokal. Maka dari itu, marilah kita bersama menyadari pentingnya
mempertahankan kebudayaan sebagai identitas dan sebagai sarana pembelajaran
yang harus dilestarikan.
Penulis mengajak semua komponen terutama orang
tua berikan pendidikan sesuai kebudayaan kepada anak. Sekali-kali berbicaralah
dengan bahasa ibu kepada anak sehingga anak tumbuh dan memiliki pengetahuan
kolektif yaitu” budaya”. Kita bersama melihat salah satu artikel yang ditulis
oleh Wigati, dan Gultom, 2018 dengan judul Exploring Sentani Folktales of Papua
as Media to Teach Local Language for Children. Menunjukkan bahwa bahasa Sentani
dan cerita-cerita rakyat Sentani hampir punah. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa masyarakat yang tinggal di daerah pulau-pulau
yang masih pasif menggunakan bahasa ibu.
Selain itu, hasil penelitian tersebut
menunjukan bahwa. Pertama, anak-anak tidak berbicara bahasa karena: (1) Orang
tua tidak berbicara dan mengajar bahasa di rumah; (2) Mereka merasa bahwa bahasa
Sentani kurang bergengsi daripada bahasa lain; dan (3) Mereka menghadapi
kesulitan dalam pengucapan, struktur kalimat, tenses, adposisi, dan
sistem penghitungan. Kedua, cerita rakyat membantu anak-anak dalam belajar
bahasa Sentani dengan kesenangan. Temuan ini memberikan analisis sosial,
psikologis, bahasa, dan pedagogis tentang pelestarian bahasa yang hampir punah
dalam multibahasa masyarakat.
Dalam tulisan ini penulis ingin memberikan
gambaran bahwa hasil penelitian Wigati dan Gultom adalah salah satu contoh
bahwa benar terjadi pemudaran bahasa atau kepunahan bahasa dan cerita rakyat.
Tidak hanya di Sentani Jayapura. Penulis akan memberikan salah satu
contoh di wilayah Animha Kab. Merauke. Kampung Wasur merupakan salah satu
kampung dengan bahasa asli Marori yang mulai pudar. Hal ini berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Hisa, L. (2017). Dokumentasi Etnobotani
Linguistik Tumbuhan Sagu: Laporan Awal dari Etnis Marori di Taman Nasional
Wasur Merauke. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahasa Marori diambang
kepunahan.
Hasil penelitian Nggaruaka, dkk, 2019.
dengan judul Pengenalan Bahasa Daerah Marori Menggunakan Teknik Retrival
Jaringan Semantik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa SD Inpres
Wasur I di kampung Wasur juga memiliki keterbatasan dalam pemerolehan bahasa.
Tidak hanya itu, untuk menelaah bagian-bagian pohon sagu siswa tidak memiliki
pengetahuan tentang salah satu tumbuhan yang sangat familiar itu.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa benar
pemertahanan bahasa dan sastra lisan atau cerita daerah harus menjadi
perhatian semua komponen masyarakat. Mari kita lestarikan kebudayaan kita
sebagai aspek penting dalam mempertahankan jati diri bahwa kami orang Papua
memiliki nilai-nilai kearifan loka yang harus di pertahan dan dilindungi.
Terkait dengan pengajaran sastra lisan atau
cerita dalam pembelajaran bahasa berkaitan dengan teori Lazar tentang sastra
dan pengajaran bahasa (2002) yang menyoroti pentingnya menggunakan sastra dalam
pengajaran bahasa, yaitu, (1) sebagai bahan motivasi; (2) akses ke latar
belakang budaya; (3) mendorong pemerolehan bahasa; (4) memperluas kesadaran
bahasa siswa; (5) mengembangkan kemampuan interpretatif siswa; dan (6) mendidik
orang seutuhnya.
Motivasi dan antusiasme anak-anak dalam
mendengarkan cerita rakyat dapat digunakan sebagai batu loncatan yang menuntun
mereka untuk belajar lebih banyak tentang bahasa lokal mereka dan dengan bangga
mempraktikkannya dalam kehidupan keseharian.
Berdasarkan teori Lazar menunjukkan bahwa
pembelajaran bahasa daerah menggunakan cerita daerah akan memotivasi
peserta didik, adanya akses pengetahuan kultur peserta didik, mendorong
pemerolehan kosakata bahasa daerah, menumbuhkembangkan pemahaman kolektivitas
sekaligus perbendaharaan kosakata bahasa ibu, kepekaan dan kecintaan kebudayaan
sejak dini kepada peserta didik, mengembangkan daya kognisi peserta didik, dan
mengajarkan kecintaan budaya dan menanamkan pengetahuan budaya yang memberikan
makna seutuhnya kepada peserta didik.
Penting membangun kesadaran dini bagi peserta
didik. Karena kita tahu bahwa di dalam sastra lisan atau cerita rakyat terdapat
nilai-nilai kehidupan, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat. Jika demikian,
maka marilah kita memulai mengajarkan sastra lisan atau menuturkan sastra lisan
dari keluarga, mulai dari orang tua kepada anak, guru kepada anak. Anak
kepada teman-temannya. Kita harus bangga memiliki budaya. Budaya lisan adalah
budaya yang secara turun temurun diwariskan dari generasi ke generasi. Maka
janganlah kita lupa atau mengabaikan budaya lisan itu. Jika Anda dan saya
tidak memahami budaya,dan bahasa, maka mulailah hari ini. Jangan menunggu orang
lain yang datang mengingatkan kita. Jika kita tidak tahu bahasa dan budaya maka
kita kita memiliki sejarah hidup atau dengan kata lain jika kita tidak memahami
bahasa Ibu maka kita telah melupakan kebudayaan dan identitas lokal. Mari
gerakan literasi dengan memanfaatkan sastra lisan sebagai sarana pemerolehan
bahasa ibu atau bahasa daerah.
Penulis: Tobias Nggaruaka, Pemerhati Budaya Sekaligus Pemerhati Pendidikan,
Tinggal di Merauke. Penulis Bisa Hubungi melalui E-mail: tobias@unmus.ac.id
Related Posts :
Cerita Daerah Sebagai Sarana Pembelajaran Bahasa Daerah di Papua Tobias Nggaruaka, Dok. Pribadi Untuk suarakimaamblogspot.com Oleh Tobias Nggaruaka)* Papua meru… Read More...
0 Response to "Cerita Daerah Sebagai Sarana Pembelajaran Bahasa Daerah di Papua "
Post a Comment